Reporter/ Editor: Mutiara Sonbay
INDOTIMEX.COM – Kurang lebih Enam tahun silam ketika mendapat tugas keluar di salah satu Kota yakni Kota Kefamenanu yang dijuluki Kota Sari Kabupaten Timor Tengah Utara. Kala itu aku tak menyangka kalau pada akhirnya itu harus berkunjung ke bukit Marmer merah yang letaknya persis di bagian barat salah satu kabupaten Perbatasan RI -RDTL ini, aku di suguhkan sebuah informasi bahwa ternyata di daerah ini ada satu bukit Marmer merah yang tinggi dan sejuk ketika di puncaknya, hal ini jadi bahan diskusi menarik diantara aku dan sahabat karibku persisnya di tahun 2016, sebut saja namanya Inda.
Diskusi itu demikian ” hei teman ternyata di Kefamenanu ini selain ada daerah perbatasan, ternyata ada satu spot wisata alami marmer merah yang masih original sembari menunjukkan foto dan caption salah satu member FB, aku sontak menjawab wah kalau gitu besok habis kegiatan kegiatan kita bertolak ke sana yaaa… Dia menjawab oke teman.
Keesokan harinya itu adalah hari Sabtu yang seharusnya menurut rencana aku harus balik ke Kupang, ternyata Schedule harus di undur.
Persis Pukul 02.00 Siang, aku dan Inda bertolak dengan mobil Avanza White menuju lokasi, sepanjang perjalanan ternyata jalannya aspal baru sehingga tidak ada kendala serius dan sekira 50 menit pun kami tiba di lokasi.
Masalah pertama yang menguji adrenalin ku antara masuk ke lokasi dan tidak karena nggak ada tempat parkirnya masih tradisionil dan apa adanya, di tengah hutan.
Sambil berdiri bingung datang 3 orang lelaki rupanya anak asli wilayah ini. Aku memberanikan diri bertanya, ” permisi Kaka mau nanya, ini bukit Fatunisuan ya? Di jawab iya ibu, ayo kenalan dululah biar nggakk sungkan nanya, ternyata 3 lelaki itu adalah inisial nama dengan inisial A, N dan W. Aku nanya lagi boleh tahu untuk ke puncak masih jauh? di jawab W tidak ibu kira – kira 200 meter, tempat ini bagus, adem, sejuk dan original lagi.
Sembari berjalan ke puncak W bercerita bahwa pada beberapa tahun silam, tempat ini di exploitasi oleh pengusaha marmer dari Negara Taiwan sehingga kondisinya begini kalau tidak pasti kelihatan alamiah, habis di tinggal pergi? Iya setelah ambil hasil pengusaha itu pergi sampai sekarang.

Tersadar di puncaknya, woow so Amazing! Keliatanya indah, pandanganya luas dan jauh
Sambil pose dan bercerita ternyata aku sadar ada satu sosok lelaki yang memegang kameraku membuatku terpanah asmara, dialah W
Aku takut jatuh cinta, namun tersadar diapun merespons dengan isyarat, aku terpanah. Tempat marmer merah Fatunisuan ini akan buatku rindu untuk kembali, yah karena rindu.
Sambil bercerita, waktu itu kurang lebih jam 5, W mendekatiku dan spontan bisikan ada suara di telingaku, aku menyukaimu ibu. Aku menatapnya tersenyum tanpa kata apapun. 1 menit terlewati, aku minta nomor telponnya sembari bilang nanti kita telponan kalo aku udah di kota ya, dia menjawab iya ibu.
Setelah Sampai penginapan di kota Kefamenanu kami telponan ternyata akupun menyukainya.
Disinilah tumbuh borgol rindu aku dan Kaka W
Sesuatu yang namanya rindu kerap menjadi bahan paling mentah di dalam arsip kenangan, ia terurai rapi dalam ingatan – ingatan yang kadang pupus di hempas waktu. Namun terkadang menjadi api, membakar bokong belanga jiwa untuk menuntaskan proses penanahan.
Akhir dari semuanya adalah temu. Dari rindu aku belajar berada dalam suatu zona yang benar benar menguji hasratku untuk sebuah pertemuan dalam belajar memahami jarak dan menakarnya lewat waktu.
Tak terbatas buaian asmara, terkadang sebagai kekasih W, aku menggelitik bertanya mengapa Desamu nggak jadikan saja tempat marmer itu jadi tempat Wisata?
Sayang sekali Loh Kaka W di biarkan mubasir dengan alamnya yang indah tanpa sentuhan, padahal kalau di sentuh, di jaga pasti mendatangkan income untuk perintah desa kampung Fatunisuan atau dinas pariwisata perlu lirik dan lestarikan dong jadi objek wisata alam marmer merah yang indah. Sayang sekali Kaka W, dia Jawab aku sambil tertawa nanti saja kalau aku jadi bupati soalnya pemerintah disini lambat bergerak yah akhirnya tempat seperti ini di biarkan mubasir ibu.
Maaf aku udah mengeritik kampungya ya Kaka, kalau salah jangan marah. hehehe
Perjalanan romantis kami berlanjut hingga di tahun 2023 walaupun di batasi jarak dan waktu namun komunikasi tidak pernah putus, sosok lelaki W ini ternyata amat baik, dewasa, perhatian, penyayang dan pekerja kerja keras layaknya bukit Marmer merah di kampungnya Fatunisuan nan indah.
Beberapa tahun berlalu kami bersepakat untuk untuk ke marmer merah fatunisuan, niatku kali ini akan ke rumahnya Kaka W sembari mengetahui keluarganya namun apalah daya, tanggal 28 Juli tahun ini kami jumpa di tempat yang sama, kupikirnya aku disini sementara menuju puncak bahagiaku ternyata aku salah, di tempat yang sama kami ingin memadu rindu gagal. Tempat yang sama, orang yang sama namun sudah jadi milik orang lain, dramatisnya kesempatan terakhir jumpa ini.
Buaian asmara yang dulunya indah ternyata hanyalah fata Morgana, yang akhirnya menuntut kami untuk saling menelusuri satu sama lain. Saya mencarinya dalam setiap derai air hujan yang turun namun entah dia coba menebak aku dengan cara seperti apa namun itulah cerita cinta dengan jarak yang menggulung rindu.
Pertemuan kami kali ini ternyata untuk terkahir saling menguatkan dan saling menguatkan di dalam sekian ribu mil proses dan janji yang di ucapkan. Sungguh bukit Marmer menjadi kenangan aku benar – benar patah dan menolak untuk bangkit membuka hati pada yang lain.