indotimex.com Jakarta – Angka perceraian di Indonesia sudah menyentuh angka yang memprihatinkan. Sepanjang tahun 2023 saja, angkanya mencapai 840 pasangan bercerai. Hal ini di sampaikan Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar saat menghadiri sidang tanwir Muhammadiyah di Kupang, NTT, Kamis (5/12).
“Jadi perceraian yang terjadi dalam masyarakat kita sekarang ini, tahun lalu itu sudah mencapai angka 37 persen jadi 2.2 juta pasang orang kawin setiap tahun di Indonesia, 38 persen cerai,” kata Menag Nasaruddin Umar .
Mirisnya, sebagian besar perceraian terjadi pada pasangan muda dengan usia pernikahan di bawah 5 tahun. Ironisnya perceraian itu marak terjadi di kota besar dengan realita istri menceraikan suami.
“Yang paling memprihatinkan perceraian itu pasangan usia yang muda 5 tahun,” tuturnya.
“Dan yang lebih memperhatikan lagi, sekitar 80 persen sejumlah kota besar, pada umumnya kota kota besar perceraian itu adalah cerai gugat, jadi istri yang menceraikan suami,” lanjutnya Menag melansir dari Kumparan
Nasaruddin menekankan bahwa ini adalah masalah serius, sebab perceraian di usia pernikahan muda bisa berdampak pada generasi berikutnya.
“Berarti dampaknya apa, jandanya masih muda dan anaknya masih kecil dan ini nanti ada kaitannya perkawinan siri dan ada kaitannya juga meningkatnya perceraian berikutnya, karena poligami, poligami disebabkan poligami kawin siri ini menyumbang perceraian juga,” tuturnya.
Menurut Menag, lonjakan angka perceraian ini merupakan dampak dari berkurangnya peran BP4 (Badan Penasehatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan) setelah peradilan agama berpindah ke Mahkamah Agung.
“Kami ada data statistik bahwa semenjak peradilan agama pindah ke Mahkamah Agung kalau kurva statistik itu tiba-tiba menonjol angka perceraian karena sudah tidak ada lagi waktu untuk menyebarkan BP4,” tuturnya.
Karena itu, Nasaruddin melaporkan bahwa pihak Kemenag sudah melakukan Memorandum of Understanding (MoU) dengan Mahkamah Agung untuk membahas mekanisme penyelesaian perkara perceraian ini untuk menekan angkanya semakin melonjak.

Ia bahkan meminta agar hakim yang bisa menunda perkara atau menyelesaikan perkara tanpa harus berujung pada keputusan cerai untuk dipromosikan.
“Khusus itu peradilan agama, mungkin perlu dipromosikan disuruh hakim yang menunggak perkaranya, itu yang harus dipromosikan,” tuturnya.
Sumber: Kumparan
Editor: Rudy Hartono