News  

Pakar: Efisiensi Anggaran di NTT akan Bermakna Jika Perkuat Ekonomi Lokal

Keterangan Foto: Frederic Winston Nalle, SE., ME. merupakan Akademisi Senior Ekonomi dan Perencanaan Pembangunan Wilayah – Universitas Timor (FN)

indotimex.com Jakarta – Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2025.

Prabowo menargetkan efisiensi anggaran kementerian dan lembaga pada 2025 dapat membuat negara hemat hingga Rp 306,69 triliun dengan rincian anggaran kementerian dan lembaga efisiensi Rp 256,1 triliun dan transfer ke daerah (TKD) Rp 50,59 triliun. Instruksi presiden terkait efisiensi ini mendapat tanggapan dari para pakar.

Frederic Winston Nalle, SE., ME. merupakan Akademisi Senior Ekonomi dan Perencanaan Pembangunan Wilayah – Universitas Timor

“Frederic Winston Nalle, SE., ME juga merupakan seorang akademisi senior Pada Program Ilmu Ekonomi dengan Minat Perencanaan Pembangunan Wilayah, yang saat ini sedang menempuh pendidikan Doktoral Ilmu Ekonomi di Universitas Brawijaya Malang, berbicara banyak soal program efisiensi anggaran yang dicanangkan Pemerintah Pusat dan bagaimana dampakanya terhadap Inflasi dan Perekonomian daerah perbatasan di NTT.

Menurut Ekonom Frederic, Jika kita berbicara tentang efisiensi anggaran dan kaitannya dengan inflasi, maka pendekatan yang digunakan tidak bisa hanya normatif, tetapi harus kontekstual dan berbasis wilayah. Khususnya dalam kondisi daerah seperti Provinsi NTT dan wilayah perbatasan Indonesia–Timor Leste.

Secara teori ekonomi publik, efisiensi anggaran dimaknai sebagai upaya untuk memastikan bahwa setiap belanja pemerintah memberikan manfaat maksimal, tanpa terjadi pemborosan atau inefisiensi birokrasi. Dalam praktiknya, efisiensi tidak berarti memangkas anggaran secara menyeluruh, tetapi mengalihkan belanja dari sektor yang tidak produktif ke sektor yang punya dampak sosial dan ekonomi yang lebih tinggi.

 

Efisiensi Anggaran Dapat Berpengaruh Terhadap Inflasi

Jawabannya bisa iya, bisa tidak, tergantung bagaimana dan di mana efisiensi itu dilakukan. Jika efisiensi dilakukan dengan mengurangi belanja yang konsumtif atau administratif, seperti perjalanan dinas atau kegiatan seremonial, maka itu justru sehat untuk fiskal dan tidak memberi tekanan terhadap inflasi.

Baca Juga :   Kasus Korupsi Pembangunan Gedung Puskesmas Paga, Kejari Sikka Tetapkan Dua Orang Tersangka

Namun, jika efisiensi dilakukan secara tidak selektif, misalnya dengan mengurangi subsidi transportasi ke wilayah terpencil, memotong program distribusi pangan, atau menghentikan dukungan logistik untuk pembangunan di wilayah perbatasan, maka efisiensi tersebut justru bisa memperburuk tekanan inflasi, terutama di daerah seperti TTU, Belu, dan Malaka.

Ilustrasi konkret bisa kita lihat dari data inflasi Provinsi NTT tahun 2024.

Inflasi di NTT mencapai 2,70%, jauh di atas inflasi nasional sebesar 1,57%. Bahkan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, angkanya melonjak hingga 4,50%, sementara di Kota Kupang justru relatif rendah, yakni 1,86%.

Apa artinya?

Ini menunjukkan bahwa inflasi di NTT bersifat spasial dan tidak merata, dengan wilayah pedalaman dan perbatasan justru paling rentan. Dalam konteks ekonomi pembangunan, fenomena ini mengindikasikan bahwa biaya logistik, distribusi barang, serta kurangnya intervensi negara dalam menjaga stabilitas harga menjadi penyebab utama inflasi di wilayah-wilayah pinggiran. Inflasi tidak selalu disebabkan oleh uang beredar, tetapi juga oleh struktur pasar yang sempit, pasokan barang yang tidak lancar, dan ketimpangan infrastruktur antarwilayah.

Faktor Yang Paling Berpengaruh Terhadap Inflasi di Daerah 

Data empiris menunjukkan bahwa kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB di banyak kabupaten di NTT, termasuk TTU, Belu dan Malaka, masih sangat dominan, mencapai lebih dari 40%. Sayangnya, kemampuan produksi komoditas pangan strategis di sektor ini masih terbatas, baik dari sisi teknologi, infrastruktur, maupun dukungan input produksi. Ketika produksi lokal tidak mampu mencukupi kebutuhan sendiri, maka pasokan harus didatangkan dari luar wilayah. Inilah yang memicu inflasi sisi penawaran (cost-push inflation), karena biaya distribusi dan logistik yang tinggi, terutama ke wilayah pedalaman.

 

Inflasi dapat Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi 

Inflasi, yang secara sederhana diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan berkelanjutan, memiliki dampak langsung terhadap kemampuan produksi dan konsumsi dalam perekonomian. Kenaikan harga akan memengaruhi biaya produksi, daya beli masyarakat, serta tingkat investasi, yang pada akhirnya berimplikasi pada kinerja makroekonomi, khususnya pertumbuhan ekonomi.

Sebagai ilustrasi, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2024 hanya mencapai 3,73%, angka ini masih tergolong rendah dan berada di bawah rata-rata pertumbuhan nasional yang mencapai 5,03%. Rendahnya pertumbuhan ini tidak dapat dilepaskan dari tingkat inflasi daerah yang lebih tinggi, terutama yang bersifat cost-push akibat ketergantungan terhadap pasokan luar wilayah dan keterbatasan infrastruktur logistik.

Langkah strategis apa perlu dilakukan Pemerintah Daerah untuk mengatasi Inflasi di sektor pangan

Dengan mempertimbangkan karakteristik geografis NTT yang terdiri atas wilayah-wilayah terpencil, berbukit, dan terbatas konektivitasnya, maka saya menyarankan agar pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota mulai menerapkan refocusing anggaran yang bersifat strategis dan komprehensif, tidak hanya bersandar pada efisiensi administratif semata.

Beberapa rekomendasi kebijakan yang saya ajukan adalah sebagai berikut:

1. Refocusing Anggaran Berbasis Hulu–Hilir Sektor PertanianPemerintah daerah perlu melakukan penataan ulang program pembangunan yang mengarah pada penguatan sistem pertanian secara menyeluruh—mulai dari input produksi, proses budidaya, hingga pascapanen dan pemasaran. Ini penting untuk menekan biaya produksi dan mengurangi ketergantungan pada pasokan dari luar.

2. Pembangunan Infrastruktur Penunjang Produksi dan Distribusi

Di tengah keterbatasan fiskal, alokasi anggaran seharusnya diprioritaskan untuk infrastruktur irigasi, jaringan air baku pertanian, serta perbaikan jalan antar desa dan lintas kecamatan. Tanpa infrastruktur yang memadai, konektivitas antarwilayah terganggu dan biaya distribusi barang akan tetap tinggi.

Baca Juga :   Presiden Prabowo Subianto akan Meresmikan Bank Emas 26 Februari Mendatang

Di tengah keterbatasan fiskal, sepertirata-rata Kabupaten di NTT yang kemampuan kemandirian keuangan daerahnya di bawah 10%, alokasi anggaran seharusnya diprioritaskan untuk infrastruktur irigasi, jaringan air baku pertanian, serta perbaikan jalan antar desa dan lintas kecamatan. Tanpa infrastruktur yang memadai, konektivitas antarwilayah terganggu dan biaya distribusi barang akan tetap tinggi.

3. Subsidi Kontekstual dan Berbasis Kerentanan Wilayah

Keterangan Foto: Frederic Winston Nalle, SE., ME. merupakan Akademisi Senior Ekonomi dan Perencanaan Pembangunan Wilayah – Universitas Timor (FN)

Pemerintah daerah dapat mengalokasikan anggaran untuk subsidi transportasi komoditas pangan, subsidi pupuk dan benih unggul, serta adopsi teknologi pertanian yang mampu meningkatkan produktivitas dan efisiensi, termasuk pada tahap penyimpanan dan distribusi hasil panen.

4. Peningkatan Cadangan Pangan Daerah & Dukungan Pasar Lokal

Dalam jangka menengah, penting bagi daerah untuk membentuk sistem cadangan pangan lokal, memperkuat BUMDes dan koperasi tani sebagai mitra distribusi, serta mendorong integrasi pasar lokal agar tidak sepenuhnya bergantung pada fluktuasi pasar luar wilayah.5. Pendekatan Data Spasial dan Evidence-Based Budgeting (penganggaran berbasis bukti).

Refocusing anggaran harus dilakukan dengan pendekatan berbasis data mikro dan spasial. Artinya, alokasi program dan intervensi harga harus mempertimbangkan peta kerentanan harga per wilayah, termasuk distribusi geografis kelompok rentan, akses jalan, dan ketahanan pasokan lokal.

Penegasan Akademik

“Efisiensi anggaran akan bermakna jika diarahkan untuk memperkuat fondasi produktif masyarakat. Di wilayah seperti NTT, stabilitas harga hanya bisa dicapai melalui penguatan kapasitas produksi lokal, konektivitas antarwilayah, dan kehadiran negara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *