Jacob Ereste
indotimex.com Sepinya suara dan tampilan kaum wanita Indonesia menyambut Pemilu 2024, semoga saja karena tak ingin menambah kebisingan dan kegaduhan di habitat politik Indonesia yang terkesan runyam. Padahal, keterlibatan kaum perempuan itu dalam banyak hal tak hanya politik seperti mur dan sekrup bagi kaum lelaki yang tak mungkin mengabaikan kaum perempuan.
Tetapi, realitas politiknya di Indonesia seperti itu. Seperti sekrup yang mengabaikan mur. Padahal, keduanya harus saling bekerja sama, agar makna yang satu menjadi tergenapkan oleh yang lain. Agar yang satu tak menjadi ganjil. Kecuali itu, toh, kuota untuk kaum perempuan dalam Pemilu Legislatif sudah disyaratkan oleh UU. Atau memang Pemilu legislatif sudah tak lagi memerlukan kaum prasyarat seperti yang pernah berlaku dahulu Sehingga masalah kuota perempuan yang harus dipenuhi oleh Partai Politik sudah dianggap usang, tak lagi perlu dipakai ?
Lalu sungguh kah kaum wanita Indonesia tidak berminat ikut bertarung di kancah politik ?
Agaknya, memang yang dominan berhasrat memposisikan diri sebagai pengamat atau kritikus politik, toh cukup banyak. Seperti Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indarparawangsa yang baru dikitir Anies Rasyid Baswedan — hingga meyakinkan untuk dilamar menjadi Calon Wakil Presiden tahun 2024 — sekonyong-konyong disatroni KPK dengan mendadak menggeledah ruang kerjanya. Mungkin saja cara itu bukan semacam shock therapy psikologis agar yang bersangkutan tak perlu banyak tingkah, sehingga dianggap lebih patut duduk manis mengikuti saja skenario besar yang sedang ingin dimainkan dalam drama besar pementasan demokrasi di negeri ini.