Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, Tidak Legalistik dan Kepastian Hukum

Oleh: Marianus Gaharpung, Dosen Fakultas Hukum Universitas Surabaya

 

Surabaya, indotimex.com– Suatu norma (peraturan) yang baik wajib memenuhi asas legalitas dan kepastian hukum serta asas pembentukan peraturan Perundangan yang baik, yaitu asas kejelasan dan kelengkapan rumusan.

Konsep tersebut harus dipahami pembuat undang undang dalam hal ini Pemerintah dan DPR RI.

Makanya ketika akan merancang suatu undang- undang harus diawali dengan naskah akademik melibatkan pakar- pakar hukum dan pakar lainnya dikaji agar undang undang tersebut mampu menjawab kebutuhan riil warga masyarakat dan negara.

Undang Undang No. 7 Tahun 2017 tentang pemilu jelas mengatur pihak pihak yang terlibat dalam pemilu dalam hal ini parpol, warga masyarakat dan negara serta pihak pihak yang berkepentingan yakni capres cawapres, calon legislatif pusat dan daerah.

Pernyataan Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu di Bandara Halim Perdana Kusuma atas pertanyaan wartawan bahwa presiden boleh kampanye dan juga mendukung pasangan calon. Alasanya presiden juga termasuk pejabat publik dan pejabat politik mengapa tidak boleh berkampanye.

Pernyataan presiden ke-7 dan mantan Walikota Solo ini serentak memantik reaksi publik tanah air sebagian besar tidak setuju dan menerima pernyataan Joko Widodo karena dianggap tidak fair dan diduga mendukung pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Joko Widodo.

Dalam Undang Undang Pemilu dijelaskan bahwa Presiden dan Wakil Presiden boleh kampanye tetapi tetapi ada beberapa syarat atau pengecualian yaitu harus mengajukan cuti, tidak boleh menggunakan fasilitas negara selama kampanye, tidak boleh ada hubungan keluarga dengan pasangan capres dan cawapres serta tidak boleh menguntungkan pasangan tertentu dan merugikan pasangan lainnya.

Mosok Joko Widodo tidak bisa membaca dan memahami pesan yang ada dalam pasal- pasal serta ayat undang undang pemilu secara utuh.

Problem dari undang undang pemilu ini sejatinya kareja rumusan norma tidak jelas sehingga melahirkan interpretasi yang tidak konkrit dan tuntas.

Jika Joko Widodo, dalam beberapa hari ke depan sungguh kampanye apakah menjamin Joko Widodo tidak menggunakan fasilitas negara?

Apakah menjadi tidak mendukung full kepada pasangan nomor urut 2 cawapresnya Gibran Rakabuming Raka?

Saat ini publik sangat tidak percaya terhadap sikap dan tutur katanya Joko Widodo netral dalam kampanye. Padahal presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan sejatinya berdiri di atas semua kepentingan.

Lain halnya, jika presiden adalah salah satu peserta pilpres, maka wajib kampanye untuk menenangkan dirinya dan partai.

Biang kerok kegaduhan tanah air saat ini akibat dari ulah pembuat Undang Undang No. 7 Tahun 2917 tentang Pemilu yang tidak memenuhi asas legalitas dan kepastian hukum karena tidak memuat asas kejelasan serta kelengkapan rumusannya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *