Oleh: Marianus Gaharpung, Dosen FH Ubaya Surabaya
Maumere, indotimex.com– Modus dugaan korupsi bervariasi berupa suap, pemerasan, markup anggaran, penelantaran proyek negara yang mengakibatkan timbulnya kerugian negara. Salah satu program yang rentan terjadi dugaan korupsi termasuk
Pokir atau Pokok-Pokok Pikiran Anggota DPRD merupakan aspirasi masyarakat yang dititipkan kepada anggota Dewan agar diperjuangkan di pembahasan RAPBD. Pokir ini sudah menjadi pergunjingan publik karena “makanan” sedak oknum anggota dewan untuk ber
berkonspirasi dengan dinas, PPK, kontraktor.
Ternyata dugaan ini terjadi di Nian Tana Sikka. Sebagaimana dilansir media
indotimex.com, Sebanyak 11 unit rumah layak huni di Desa NenBura, Kecamatan Doreng, Kabupaten Sikka Nusa Tenggara Timur (NTT), mangkrak dan terurus.
” Sudah pasti biaya kerugian negara cukup besar dana Pokok Pikiran Rakyat (Pokir),Tahun Anggaran 2022 dari salah satu Anggota DPRD Sikka Bernadus Kardiman Dari fraksi Perindo tersebut terlihat ditelantarkan.
Warga penerima program hanya pasrah dan berharap ada kebijakan dari Pemerintah Desa setempat untuk bisa melanjutkan pembangunan tersebut.”
Proses pengerjaan Bantuan rumah layak huni mulai berlangsung dari 12 Agustus 2022.
Ironisnya, hingga memasuki tahun 2024, realisasi fisik pembangunan ke sebelas unit rumah tersebut baru mencapai 30 persen.
Atas fakta ini bagaimana tanggungjawab hukumnya.
” Kajian aspek tanggungjawab hukum bersumber dari adanya wewenang dari pemangku kewenangan tersebut yakni oknum anggota dewan, kadis, PPK serta pihak swasta adalah kontraktor.
“Oleh karena itu, aparat penegak hukum (APH) dalam hal ini Polres Sikka atau Kejaksaan Negeri Maumere perlu proaktif melihat fenomena kerugian negara tersebut dengan memanggil oknum anggota dewan, kepala dinas perumahan, PPK dan kontraktor. Atau agar lebih cepat terungkap, maka warga penerima manfaat pokir punya hak (hukum) untuk segera foto rumah rumah yang mangkrak buat narasi kronologis faktanya lapor kepada aparat penegak hukum. Karena konsep korupsi bukan persoalan pihak- pihak yang diberikan kewenangan pengerjaan rumah “embat” uang negara atau tidak tetapi ketika pihak pihak tersebut dalam menggunakan wewenangnya ternyata tidak sesuai atau melenceng dari seharusnya mengakibatkan proyek mangkrak dan negara mengalami kerugian, maka kuat indikasi korupsi program rumah layak huni di Nenbura.
Dari konsep korupsi yang demikian ini, maka tidak sulit APH memanggil dan memeriksa oknum anggota dewan, PPK, Kadis serta kontraktor. Jika ditemukan kerugian negara segera diproses hukum alasannya penelantaran proyek ini rakyat penerima manfaat program rumah layak hukum dan negara mengalami kerugian.