Oleh Marianus Gaharpung, Dosen FH Ubaya Surabaya
Maumere, indotimex.com– Orangtua sayang anak manusiawi tetapi menurut atau mendorong anak meraih sesuatu dengan melanggar aturan/ merugikan orang lain, ciri orangtua tidak dewasa berpikir”.
Publik tanah air dari berbagai disiplin ilmu dan warga kebanyakan yang masih memiliki nalar waras dan nurani melalui berbagai statemen di media online, Whatsapp, facebook, instagram, youtube melakukan kritik secara pedas terhadap perilaku serta keberpihakan Joko Widodo kepada capres-cawapres poslon no. 2. Banyak kerja Jokowi yang sadar atau tidak cenderung mendukung paslon no. 2. Padalah sebagai kepala negara dan panglima tertinggi harus sebagai “wasit” yang netral adil terhadap warga negara, parpol dan para paslon capres cawapres tanpa menunjukan sikap nepotisme dengan teguh menegakan UUD dan peraturan perundang- undangan.
Sangat jelas terlihat melalui sumpah kepala negara sebelum menjabat wajib menyatakan sumpah dihadapan Allah dan manusia bahwa “Demi Allah saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”.
Pertanyaannya, apakah menjelang pilpres 14 Pebruari, Joko Widodo menjalankan amanah sebagai kepala negara dan panglima tertinggi dengan tidak melanggar sumpah jabatan sebagai presiden?
Salah satu anggota Petisi 100, Faizal Assegaf menuding pemerintahan Jokowi melakukan “praktik kekuasan yang korup dan berwatak dinasti politik”.
Berawal dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang meloloskan putra pertama Joko Widodo Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Paslon No. 2 sangat menyakiti nurani publik. Alasan jika Gibran Rakabuming Raka bukan anaknya Joko Widodo akan sangat tidak mungkin terjadi putusan yang nyeleneh (aneh, lucu tidak masuk akal) meloloskan putra kesayangan Joko Widodo.
Terbukti Ketua MK Anwar Usman, ipar Joko Widodo, omnya Gibran ini divonis bersalah melanggar etik berat sehingga diberhentikan dari Ketua MK. Publik memvonis adanya sikap cawe cawe terhadap MK demi meloloskan putranya. Hal ini semakin menunjukan adanya dugaan Joko Widodo menabrak UUD dan peraturan perundangan undangan yang berlaku. Bukti lainya, Joko Widodo blusukan membagi- bagi bansos kepada warga secara langsung.
Padahal perilaku rada aneh tersebut sebelum- sebelummya tidak pernah dilakukan presiden karena tupoksi ada di Kementrian Sosial. Bahkan kejadian menarik Presiden bersama Erick Thohir Menteri BUMN dan pejabat negara lainnya di depan Istana Negara membagi- bagi sembako kepada warga kota Jakarta.
Ditambah lagi beberapa waktu lalu statemen presiden
bahwa presiden “boleh kampanye dan memihak” berpotensi menyebabkan penyelenggaran pemilu menjadi “tidak netral” serta “diwarnai kecurangan dan keberpihakan yang tidak adil.
Padahal seorang pejabat publik, presiden wajib hukumnya memiliki “ETIKA PUBLIK”.
Alat ukur etika publik adalah Konstitusi dan UU. Ada larangan bagi pejabat negara untuk tidak membuat keputusan yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu, termasuk kegiatan yang mengarah pada keberpihakan.
Hal ini, tercermin dalam Pasal 282 UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang melarang pejabat negara untuk membuat keputusan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu. Dan Pasal 283 yang melarang pejabat negara mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan terhadap peserta pemilu.
Pertanyaannya ada jaminan Jokowi kampanye netral untuk Paket Gama karena bersama di PDIP atau untuk Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka kebetulan putranya sendiri?
Dugaan publik sangat kuat, presiden ke 7 ini jika benar menggunakan hak politiknya berkampanye akan condong untuk anaknya Gibran Rakabuming Raka.
Dugaan sikap dan tindakan sembrono dari presiden asal Solo ini, semakin menunjukan bapa sayang anak serta kepanikan Jokowi karena keyakinan satu putaran pilpres 14 pebruari rasanya berat terbukti.
Oleh karena itu, melihat cawe- cawe mantan Walikota Solo ini membuat kecintaan publik yang sunguh luar biasa kepada Joko Widodo semakin degradasi karena ulahnya sendiri menjelang pesta demokrasi.
Politik kekuasan serta money politics yang dipertontonkan tim sukses Paslon no. 2 sebagaimana dilansir berbagai media online adalah bukti Joko Widodo tidak tegas sebagai kepala negara dan panglima tertinggi yang seharusnya berdiri tegak lurus di atas semua paslon, parpol agar publik meyakini dan bangga memiliki presiden sebagai bapa bangsa yang patut diteladani dan dikenang.
Tetapi sayangnya semua kesan manis buat Joko Widodo ini justru di saat- saat akhir masa jabatannya beliau sendiri menunjukan sikap tidak netral dengan sadar menabrak UUD dan UU. Miris!