Kita Seperti Satu Jarak Tempuh, Antara Doa dan Anugerah

Oleh: Amat Dodeng

TINGGAL TANDA TANYA

Aku pernah menolak rela, bila sekujur tubuhmu tersentuh hujan, mengutuk tajamnya mata birahi, yang tersesat di titik keindahanmu.

Aku masih sering? memasung hati dalam kesunyian, memahami diri dalam hening, agar aku mampu mengenali auraku dengan cukup baik.

Sekeping cinta yang telah kau tanam pada sukmaku, ku sulut menjadi lentera penerang dalam kegelapan, karena malam; tak akan memukau hanya di temani segerombolan bias kunang-kunang.

Kita seperti satu jarak tempuh, antara do’a dan anugerah, menanti mukjizatNya untuk bisa bersanding di taman nirwana, memberikan cerita romantis, pada mimpi kecil remaja-remaja canggung.

Lihatlah!” di upuk fajar yang tenang, akan kau dengarkan tabuhan beduk subuh, alunannya mengembara; menuju rumah-rumah dosa yang masih terbuai mimpi.

Lalu..!? aku ingin membawa tangisanmu, menjauh dari cerita kemaren yang masih berdarah, menyusuri rimba pagi yang masih sunyi, mungkin; harapan manis itu masih berserakan di sepanjang jalan.

Semoga kita akan mendapatkannya lebih awal, sebelum para pemulung merajutnya menjadi ratna, aku tak ingin jika nanti kegagalan itu hanya meninggalkan sekeranjang tanda tanya.

Muara wahau, 11-12-2023
Amat Dodeng

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *