Jakarta, indotimex.com– Waktu itu adalah uang atau Times Is Money istilah Kern di kalangan Milenial. Begitulah pepatah mengatakan demikian. Selagi masih muda, selagi masih ada kesempatan untuk melakukan hal produktif hendaknya kita mengisi waktu dengan kegiatan yang positif dan berguna.
Tak terkecuali dengan malam minggu, malam yang menurut sebagian dari kita terutama kaula muda adalah malam yang tepat untuk bercengkrama dengan lawan jenis, namun tidak bagiku.
Malam minggu ini, sama seperti malam minggu biasanya. Tidak ada yang spesial dari malam ini. Malam minggu ini, kini mulai menjadi istimewa tatkala aku mengajak Kraeng sapaan akrab temanku dari Kabupaten Manggarai Timur NTT untuk jalan-jalan malam dengan sepeda motorku untuk menikmati indahnya malam.
Sebenarnya sih jalan-jalan ini digunakan untuk menghilangkan kepenatan dan sebagai ajang refreshing otak setelah beberapa hari lalu otak diperas untuk pembedahan kasus, belajar di tempat kuliahku. Ku perhatikan setiap jalan yang kami lewati. Setiap jalannya menyimpan beragam kenangan.
Tentang kehidupan yang begitu komplex maju dan menawarkan keindahan tatkala malam.
Malam ini lebih sepi dari yang kukira. Aku tidak berjumpa dengan teman-teman lamaku sama sekali. Selain itu, malam minggu yang biasanya ramai oleh anak-anak yang sedang bermain di luar kini tinggallah sebuah kenangan saja.
Apa mungkin sekarang gadget telah mengambil alih dunia luar? Ku rasa, iya.
Kami melanjutkan perjalanan hingga tibalah di sebuah kedai kecil. Kami membeli beberapa Rokok Surya 12, ini rokok favoritku dna minuman dingin di sana.
Setelah membeli minuman dingin, kami segera pulang menuju ke rumah kontrakan temanku Kraeng untuk menikmati minuman dingin tersebut.
Rumahnya Kraeng yang terletak di pinggir jalan besar membuat banyak kendaraan berlalu lalang. Entah itu sepeda, sepada motor, dan tak lupa mobil juga menghiasi jalanan. Aku suka melihatnya. Ku bernostalgia bersama Kraeng, kali ini ceritaku bagaimana dulu semasa SMA aku jatuh cinta pada seseorang, kami sangat dekat, kami memulai bercerita mengenal hingga pada akhirnya tumbuh rasa cinta, eh sekalipun kalah itu adalah cinta monyet, hehehe, kami sangat bersahabat dekat.
Mulai dari berangkat sekolah, bermain, kami lakukan bersama. Sungguh kenangan yang begitu manis. Namun tak selang berapa lama, Jecky datang menambah ramai suasana. Akupun senang akan kehadiran Jecky di sini. Kini, kami bertiga. Kami saling bercengkrama dengan segala cerita dan lelucon yang dilontarkan di antara kami. Tiba-tiba, ada tiga anak yang datang menghampiri kami. Satu diantara mereka menghampiri Kraeng Mengobrol dan bercanda dengannya. Meraka berdua kini tak menghiraukanku. Aku bete, ku putuskan untuk membuka kembali pesan WAku yang kian membludak dipenuhi oleh chat pribadi dan chat grup, tak terkecuali grup Sahabat 2020, grup favoritku. Awal yang buruk bukan berarti akan menjadi akhir yang buruk kan? Kraeng dan temannya itu hendak berswafoto. Aku diajak oleh mereka. Dari swafoto itu keakraban mulai terjalin. Aku merasa bahwa hasil fotonya kurang jelas sehingga aku menawarkan kameraku untuk dijadikan alat untuk berswafoto untuk kami bahagia.
Di sela-sela kebahagiaan itu, Oji memperkenalkan sahabatnya itu kepadaku. Dia ternyata bernama Damian atau akrab disapa Damian . Dia adalah orang asing yang cepat akrab, Damian adalah seorang yang bisa dikatakan narsis. Dia mengajak kami berfoto ria dibalik cahaya lampu jalanan.
Sungguh banyak foto yang kami ambil. Aku, Jecky , Kraeng, Damian kini lengkaplah sudah. Jam menunjukkan pukul 21.00 WIB yang membuatku berpikir untuk pulang ke rumah kontrakan. Namun, Damian mengajakku untuk bermain ke rumahnya. Akupun mengiyakan ajakannya mengingat bahwa malam ini adalah malam minggu. Waktu berjalan begitu cepat bak seorang pelari maraton. Kini waktu telah menunjukkan pukul 22. 00 WIB. Kali ini, waktu memaksaku untuk benar-benar membulatkan tekad untuk pulang. Damian tampak membujukku untuk lebih lama di sini begitupun dengan Jecky. Berbeda dengan Kraeng yang hanya bergeming, mengerti akan situasi yang kualami. Aku gundah, sebenarnya aku ingin lebih lama di sini namun keadaan berkata lain. Akhirnya, akupun memutuskan untuk pulang.
Kraeng, ada sesuatu yang menarik ternyata, malam minggu itu. Saat aku pulang jam 10 pun, orangtuaku nggak memarahiku atau menasihatiku. Mungkin, mereka tahu bahwa anaknya kini telah tumbuh dewasa dan tidak selamanya harus dikekang.
Aku senang sekali, ini yang sebenarnya aku sudah impikan dari dulu. Namun, dibalik semua itu, ya aku sadar ketika waktu telah larut malam, aku harus bergegas pulang ke rumah. Meskipun orang tuaku kini sudah tidak terlalu mengkhawatirkan ku, namun entah mengapa perasaanku kini menjadi terbalik. Kini, bahkan aku yang khawatir dengan rumah. Entahlah, menurutku semua kejadian ini ada hikmah tersendiri bagiku. Ya, orang tuaku telah mendidikku dengan baik sehingga kini buah dari didikan mereka dapat aku rasakan sekarang ini.