Nama besar pohon cendana (Santalum album linn) sudah muncul dan dikenal sejak bangsa Portugis lalu Belanda melakukan aktivitas dagang di NTT.
Komoditas ini menjadi rempah-rempah wangi rebutan bukan hanya di Indonesia namun ke kancah dunia. Pusat tumbuhan cendana berada di Pulau Timor, Sumba, dan Pulau Solor
Menurut Yuvensius Stefanus Nonga, Kepala Divisi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kampanye Walhi NTT, di Kupang, Senin (20/6/2022), mengatakan “cendana terlalu berharga untuk dilupakan. Butuh gerakan besar dari pemerintah dan warga untuk mengangkat kembali pamornya. Pekarangan rumah warga, sekolah, kantor pemerintah, dan pekarangan kantor BUMN perlu ditanami anakan cendana”.
Harum wangi cendana di bumi Flobamora ini mendorong bangsa Portugal menguasai wilayah kepulauan ini pada abad ke-15 dan dilanjutkan oleh Belanda pada abad ke-16 untuk mengambil hasil cendana sambil menjalankan dan menyebarkan agama Narsraniyakni agama Katolik dan Protestan.
Eksploitasi cendana pun semakin tinggi sejak tahun 1980 dan puncak tahun 1996. Produksi cendana saat itu mencapai 2.458 ton. Dengan asumsi berat teras kayu cendana 50 kilogram per pohon, cendana yang ditebang pada 1996 sebanyak 12.804 pohon. Terjadinya eksploitasi berlebihan seperti ini menyebabkan degradasi hutan cendana sejak saat itu sampai hari ini. Apalagi pemda tidak peduli terhadap cendana.