Mr. Jho Aban/ Muitara Sonbay
INDOTIMEX.COM – Ribuan Masyarakat di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) Provinsi Nusa Tenggara Timur ((NTT) secara resmi nyatakan sikap menolak penurunan cagar alam Mutis menjadi Taman Nasional dengan melakukan adat penolakan, pada Rabu, (30/10/2024).
Tujuan masyarakat adat melakukan adat ini dengan maksud nyatakan sikap secara resmi menolak penurunan status Cagar Alam Mutis menjadi taman nasional.
Ribuan Masyarakat tersebut, terdiri dari Desa Noepesu, dan Desa Fatuneno seluruhnya, dan turut hadir dan mendukung dari Organisasi Nasional Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Kefamenanu, Organisasi lokal Persatuan Mahasiswa Miomafo Barat (PERMAMORA) Kefamenanu, Organisasi Internal Kampus/Ormawa, BEM-BLM Universitas Timor.
Atas pantauan langsung dari media ini, ribuan masyarakat tersebut melakukan pertemuan di aula kantor desa Noepesu. Sesuai pertemuan masyarakat beberapa berjalan kaki, ada yang menggunakan mobil, maupun roda dua menuju satu bukit yang namanya (Tetohaklelo), dimana bukit tersebut digunakan untuk melakukan adat istiadat bagi masyarakat setempat.
Seusai melakukan adat di bukit tersebut, masyarakat berlanjut menuju pintu masuk keluar Mutis atau disebut (Enonuat) pintu masuk keluar Mutis dan melakukan adat sekali lagi, dengan pembantaian 1 Ekor Sapi dan 1 Ekor babi.
Seusai melakukan adat, ribuan masyarakat desa Noepesu dan desa Fatuneno bersama GMNI Cabang Kefamenanu, PERMAMORA Kefamenanu, dan BEM-BLM unimor nyakan sikap menolak penurunan status cagar alam Mutis menjadi taman nasional.
Ketua GMNI Cabang Kefamenanu, Yakobus Apri Amfotis yang diberikan kesempatan melakukan orasinya mengatakan bahwa, sebelum Negara ini ada, masyarakat adat sudah menempati tanah Mutis ini.
Pihaknya mempertegas bahwa, Negara tidak semena-mena untuk penggugur atau bahkan, menghilangkan budaya kita sebagai orang timor (atoen meto).
Menurut Apri, Surat keputusan dari kementerian tentang penurunan status cagar alam Mutis menjadi taman nasional, adalah keputusan yang keliru, dan keputusan yang mengesampingkan masyarakat adat.
Ia bertekad, dihadapan ribuan masyarakat lanjutnya, bahwa, jika Negara, maupun pemerintah menghiraukan suara rakyat, maka hanya ada katu kata yaitu LAWAN.
“Jika Negara, jika pemerintah sudah tidak peduli lagi terhadap kita maka hanya satu dari kita yaitu, LAWAN.” tutup Apri.