Jho Aban/FX. FX. Mario Meol
INDOTIMEX.COM – Menanggapi penanganan masalah di SD GMIT Nunuhkniti, Kabupaten TTS, Provinsi NTT, Sinode GMIT telah berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten TTS, Dinas Pendidikan Kabupaten TTS dan Penjabat Bupati TTS untuk penempatan guru PNS.
Demikian disampaikan Ketua Badan Pembantu Pelayanan (BPP) Pendidikan Sinode GMIT, Pendeta (Pdt) Norman Nenohai kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Dikatakan Pendeta Norman, meskipun ada resistensi dari orang tua siswa yang anak-anaknya sudah pindah ke SD Negeri Oeleon, Pdt. Nenohai berharap dapat menemukan solusi agar aktivitas sekolah bisa berjalan kembali.
Pada tanggal 19 Juli, Sinode GMIT juga mengadakan pertemuan dengan Komisi IV DPRD TTS untuk membahas masalah kekurangan guru di sekolah-sekolah GMIT di Kabupaten TTS.
Dengan langkah-langkah strategis ini, Sinode GMIT berharap dapat mengatasi krisis guru dan memastikan pendidikan berkualitas bagi anak-anak di wilayah NTT.
Langkah-langkah tersebut di atas, sebagai bentuk komitmen Sinode GMIT dalam menangani masalah kekurangan guru yang melanda sejumlah sekolah Kristen di bawah naungan Yayasan Usaha Pendidikan Kristen (Yupenkris) di wilayah NTT.
Dikatakan, Sinode GMIT tidak akan lepas tangan terhadap permasalahan ini dan telah menyiapkan berbagai langkah strategis untuk mengatasi krisis ini.
“Kekosongan guru membuat 83 dari 86 siswa di sekolah tersebut pindah ke SD Negeri Oeleon yang berjarak sekitar 7 kilometer,” ujarnya.
Pendeta Nenohai mengakui bahwa masalah serupa juga terjadi di beberapa sekolah GMIT lainnya di wilayah Molo dan daerah lain di NTT.
Untuk menghadapi situasi ini, Sinode GMIT juga telah menjalin koordinasi dengan berbagai perguruan tinggi seperti UKAW Kupang, Universitas Tribuana Kalabahi di Alor, dan Institut Pendidikan Tinggi di SoE, TTS, untuk penempatan tenaga pengajar di sekolah-sekolah yang kekurangan guru.
Selain itu, Sinode juga bekerja sama dengan Universitas Kristen Indonesia (UKI) dan UKAW Salatiga di Jawa Tengah. Setiap tahun, sejumlah orang dikirim untuk kuliah pendidikan dengan beasiswa dari Sinode GMIT.
Lulusan program beasiswa ini diwajibkan mengabdi di sekolah-sekolah GMIT dalam jangka waktu tertentu. Program ini telah berjalan selama tiga tahun, dan tahun ini, 17 orang dikirim ke UKI dengan pembiayaan beasiswa 100 persen dan 50 persen.
“Kami berharap tiap tiga atau empat tahun ke depan, lulusan yang dibiayai beasiswa ini dapat ditempatkan di sekolah-sekolah GMIT yang kekurangan guru. Selain itu, kerja sama dengan UKAW Salatiga juga memiliki konsep yang sama untuk mengatasi masalah ini secara jangka panjang,” tutupnya.
Semoga cepat ada penyelesaian terbaik terkait masalah ini