Baca Juga: Bagaimana Jika Proses Pidana Berjalan Bersamaan Dengan Proses Perdata?
Ketentuan itu akan diubah menjadi minimal 60 tahun. Maka, bisa diduga “sasaran tembaknya” adalah mendepak hakim MK yang belum berusia 60 tahun, karena figurnya dianggap tidak sejalan dengan strategi pemenangan Pilpres.
Sedang terjadi “lobi dan negosiasi dagang antara sapi”, agar ada pasal transisi alias pasal peralihan, sehingga hakim MK yang belum berusia 60 (enam puluh) tahun tetap bisa menjabat. Tentu saja, hal demikian sangat menyedihkan dan harus dilawan!
Mengurus Republik hanya dijadikan permainan. Aturan diubah-ubah demi memenuhi syahwat melanggengkan kekuasaan semata! Inilah sebenarnya intervensi nyata yang merusak kemerdekaan kekuasaan kehakiman (baca: Mahkamah Konstitusi). Syarat umur akhirnya menjadi daya tawar kekuatan politik status quo untuk mengontrol arah putusan di Mahkamah Konstitusi.
Ujungnya, syarat umur hakim disesuaikan dengan kepentingan politik, khususnya strategi pemenangan Pilpres. Kesimpulannya: syarat umur hakim konstitusi = gratifikasi jabatan = korupsi, yang merusak kehormatan, martabat dan kemerdekaan kekuasaan kehakiman.
Kita harus melawan! Hukum tidak boleh direndahkan dan hanya dijadikan alat strategi melanggengkan kekuasaan, melanggengkan kroni, dinasti dan mafia oligarkinya yang koruptif dan destruktif, khususnya pada lingkungan.
Keep on fighting for the better Indonesia.***
Sumber : Akun Twitter Denny Indrayana, Dikutip (28/08/2023)