Oleh Gregorius Meol/TSP LAW
INDOTIMEX.COM – Belakangan pada Tahun 2024 saat ini tentunya kita sering mendengar kasus yang tak asing lagi ditelinga masyarakat yakni seperti seorang wanita yang dijanjikan akan dinikahi oleh kekasihnya namun janji tersebut tidak ditepati dan bahkan tak ada kepastian dari kekasih yang menjanjikannya.
Tidak adanya kepastian dan atau janji yang tidak ditepati membuat pihak wanita merasa malu, dikhianati dan dibohongi, hal ini tentunya dikarenakan pihak wanita telah mengenalkan sang pria (Lelaki) kepada keluarga besar sang wanita, dan biaya-biaya lain yang telah keluar selama pacaran.
Dengan demikian, pihak wanita yang merasa tidak terima atas perbuatan dari kekasihnya tersebut kemudian membawa permasalahan ini melewati jalur hukum.
Muncul Pertanyaan,
Apakah bisa kasus seperti ini dibawa dalam jalur hukum? Dan bagaimana ranah hukumnya?
Dalam hal ini kita melihat secara garis besar bahwa kasus utamanya adalah janji dan atau lebih dikenal janji menikahi yang tidak ditepati atau ingkar janji.
Hal ini searah dan dapat dilihat pada Yurisprudensi Mahkamah Agung (MA) bahwa dengan tidak terpenuhinya janji menikahi atau mengingkari janji kawin merupakan perbuatan hukum.
Perbuatan Melawan Hukum atau Onrechtmatigedaad diidentifikasikan dengan perbuatan yang melanggar undang- undang, perbuatan yang bertentangan dengan hak-hak orang lain, perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kesusilaan dan kesopanan serta perbuatan yang bertentantangan dengan adat istiadat setempat. Dengan demikian dalam perbuatan melawan hukum terdapat 5 unsur yaitu:
- Adanya suatu perbuatan
- Perbuatan tersebut melawan hukum
- Adanya kesalahan dari pihak pelaku
- Adanya kerugian bagi korban
- Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.
Pada kasus termasuk perbuatan melawan hukum dimana ia telah melanggar norma kesusilaan dan kepatutan masyarakat sehingga ia harus bertanggung jawab dengan mengganti kerugian tersebut. Dimana dalam mengganti kerugian mengenai perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata (Kitab Undang – Undang Hukum Perdata) yang berbunyi “Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Dalam Perbuatan Melawan Hukum terdapat juga putusan kasus yang serupa yaitu pada Putusan Nomor 3191K/Pdt/1984 yang dikeluarkan pada 8 Februari 1986 yang merupakan putusan pertama di Indonesia yang menyimpulkan ingkar janji menikah adalah suatu bentuk perbuatan melawan hukum dan ikuti keharusan membayar ganti rugi.
Selain ranah hukum perdata yang dapat diajukan, dalam kasus ini terdapat juga unsur pidana. Seperti pada Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sekayu Sumatera Selatan tanggal 5 November 2015 dimana Seorang pria yang tidak menepati janji menikahi dan mendapatkan sejumlah barang dari keluarga saksi korban kemudian melarikan diri ke pulau jawa.
Dimana adanya unsur penipuan, sesuai Pasal 378 KUHP (Kitab Undang – Undang Hukum Pidana) mengenai Penipuan yang berbunyi “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Dimana apabila kita melihat pada kasus tersebut, termasuk melakukan perbuatan penipuan yaitu dengan maksud menguntungkan dirinya sendiri yaitu dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan.
Jadi bisa kita lihat bahwa kasus seperti diatas dapat kepada gugatan keperdataan dan pidana sekaligus dikarenakan adanya Perbuatan Melawan Hukum dan Penipuan.