Penulis: Agustinus Aban, SH
INDOTIMEX.COM – Secara pribadi, Saya atas nama Agustinus Aban (Jho Aban), Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Cendana Wangi Kefamenanu, berasal dari etnis insana, mengenal Suku Atoni Pah Meto di Kawasan kaki Gunung Mutis bagian Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) sejak melakukan KKN pada 2023 selama 3 bulan. Saya pernah memutuskan menjadi peneliti sejak 2023.
Se-usai masa KKN saya dan kerap hidup bersama masyarakat adat, selama 3 bulan.
Perspektif tentang alam yang sakral membuat masyarakat adat melihat alam tidak hanya terlihat dari pandangan ekologis, tetapi mereka membingkai alam bernilai spiritual. Tuhan “menjelma” di dalam penciptaan-Nya. Citra-Nya, hadir pada setiap tarian angin dan rintik hujan, pada tanah hingga bebatuan.
Itulah sebabnya, mereka sangat berhati -hati dalam memperlakukan alam dan sangat menghormati alam.
Doktrin filosofis dasar suku Atoni Pah Meto tentang tanah , menyebut tanah adalah Ibu. Menjual tanah sama dengan menjual Ibu. Tanah dan alam adalah Sang Pemberi.
Gunung Mutis dimaknai bukan hanya sekedar gunung, tetapi memiliki nilai imajinatif dan simbolik dengan keindahan dan kedalaman makna.
Atas alasan itu mengapa Taman Nasional ditolak masyarakat adat, karena mereduksi makna dan melemahkan nilai kesakralannya. Selain itu, di kaki gunung dan di dalamnya terdapat jaringan sakral faotkanaf, oekanaf, akar jati diri suku, yang menempati hirarki istimewa dalam sistem ekologis.
Keputusan jadi Taman Nasional bagi penduduk Noepesu dan sekitarnya, kurang lebih seperti memisahkan Ibu dengan anaknya.
Sebaiknya, kajian tentang Gunung Mutis tidak selalu harus dari perspektif ilmu pengetahuan yang terverifikasi, tetapi perlu juga dari sudut melampaui ilmiah, yakni….!
Dengarlah Kawasan Gunung Mutis dari kedalaman jantung hati masyarakatnya, dari denyut darah mereka yang mencintai Gunung Mutis melampaui kata-kata dan dari apa pun yang terlihat.