News  

Catatan Hukum Atas Sengketa Tanah Lawanggete Desa Ladogahar Nita

Laporan Reporter: Aris Halilintar

Maumere, indotimex.com -Menarik memang ketika mengamati berita tentang perkara perdata yang sedang digelar di Pengadilan Negeri Maumere atas tanah Lawanggete yang katanya sudah dibeli oleh oknum anggota dewan bersama warga di desa Ladogahar tersebut untuk didirikan PAUD.

Disatu sisi kepentingan privat yang dipertahankan tetapi disisi lain alasan kepentingan publik berupa asas kemanfaatan tanah itu untuk aktivitas PAUD juga harus diperjuangkan.

Tanah Lawanggete yang dijualnya kepada Desa Ladogahar, itu sesuai keterangan kepala desa Aarkadius Arias ketika itu, dibayar dengan menggunakan uang masyarakat yang dikumpulkan secara perlahan dan sisanya dibayar oleh Merison Botu, oknum anggota dewan Sikka.

Pandangan secara hukum ini dilihat dan di analisa oleh Dosen Fakultas Hukum Ubaya Surabaya, Marianus Gaharpung yang beliau adalah putra asli tanah Nian

Ketika pihak desa mau membeli tanah tersebut, pihak Heribertus (tergugat1) yang adalah juga saudara dari Agustinus Nurak (penggugat) telah berkali- kali menerangkan sejatinya tanah sengketa ini sudah dijual kepada Agustinus Nurak (penggugat). Tetapi perangkat desa ketika itu menerangkan tidak masalah karena arsip jual beli tanah tidak tercatat di kantor desa dan oknum kepala desa ketika itu menjamin tidak akan timbul masalah hukum dikemudian hari terhadap tanah itu.

  1. Atas kronologis fakta ini timbul beberapa pertanyaan hukum;
    Apakah keabsahan (hukum) atas jual beli tanah bisa dengan kwitansi saja?
  2. Apakah salah satu alat ukur keabsahan jual beli tanah dimana bukti jual wajib tercatat di kantor desa?
  3. Apakah dengan jual beli antara Heribertus dengan oknum anggota dewan atas tanah tersebut untuk kepentingan PAUD otomatis menggugurkan keabsahan jual beli yang telah terjadi 15 tahun lalu antara Heribertus dan Agustinus Nurak?
  4. Apakah dengan alasan adanya asas manfaat akan tanah tersebut untuk PAUD dapat mengenyampingkan hak milik Agustinus Nurak atas tanah timbul akibat adanya jualbeli tersebut?
  5. Apakah oknum anggota dewan adalah korban atas pembelian tanah itu untuk pembangunan PAUD?

Pertama, kajian tentang jual beli tanah sudah pasti adanya kesepakatan soal harga atas tanah antara penjual dan pembeli bisa saja dengan bukti kwitansi.

Setelah itu jika ingin peningkatan hak atas aspek kepemilikannya, maka pembeli dan penjual ke notaris/PPAT dibuat perjanjian pengikatan jual beli dan kuasa menjual kepada pembeli dilanjutkan dgn Akta jual beli. Setelah itu, akta jual beli dibawa ke kantor pertanahan untuk diproses sertifikat.

“Pertanyaannya, apakah dengan kwitansi pembelian bisa dijadikan bukti?

Jawaban iya, asalkan jual beli tanah, konkrit adanya harga dan tanah (dalam keadaan tidak sengketa). Jadi jual beli Heribertus dan Agustinus Nurak sah dan mengikat atas tanah tersebut. Artinya sudah “on track” kuasa hukum penggugat, Victor Nekur dkk menggugat di PN Maumere ingin membuktikan aspek kepemilitan tanah tersebut oleh Agustinus Nurak sah dan tidak pernah beralih kepada siapapun.

“Kedua, Keabsahan jual beli tanah bukan diukur dengan tercatat atau tidaknya administrasi jual beli tanah tersebut di kantor desa Ladogahar melainkan adanya penjual dan pembeli sepakat soal harga dan tanah riil ada (tidak dalam sengketa). Itu artinya ada tidaknya proses pencatatan jual beli tanah di kantor desa hanya berimplikasi aspek administrasi bukan keabsahan jual beli tanah.

Tidak tercatat secara administratif jual beli tanah di kantor desa bisa saja adalah kelalaian administrasi dari aparat desa ketika itu, tetapi tidak ada hubungan kausalitas dengan sah tidaknya atau tidak pernah terjadi jual beli tanah antara Heribertus dan Agustinus Nurak.”

“Ketiga, proses jual beli (kedua) antara Heribertus dan Son Botu, anggota dewan Sikka untuk kepentingan pembangunan PAUD tidak otomatis menggugurkan jual beli (pertama) yang telah terjadi 15 tahun lalu antara Heribertus dan Agustinus Nurak.”

“Dalam pertanyaan yang sama, apakah di atas satu lahan ternyata terbit dua sertifikat, sertifikat mana yang sah?
Sertifikat terbit pertama atau terbit kedua?

Ada Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 5/Yur/ Pdt/ 2018, menegaskan sertifikat yang dianggap sah adalah sertifikat yang terbit pertama.

Artinya atas logika hukum yang demikian itu, jual beli 15 tahun yang lalu antara Heribertus dan Agustinus Nurak adalah sah dan mengikat. Implikasinya jual beli kedua dan seterusnya diduga tidak sah.

“Keempat, alasan beli tanah untuk kepentian PAUD tidak sertamerta menggugurkan hak (hukum) Agustinus Nurak atas tanah tersebut.”

Karena ini aspek keperdataan, tergantung dari Agustinus Nurak sehingga dalam mediasi perkara di PN Maumere hakimpun hanya memfasilitasi penyelesaiannya tergantung para pihak yang berperkara.

“Kelima, oknum anggota dewan tidak bisa dikategorikan sebagai “korban” dalam hal ini karena proses jual beli tanah harus mengedepankan prinsip kehati- hatian (checking) atas status kepemilikan tanah agar tidak timbul saling gugat.

Oleh: Marianus Gaharpung, dosen Fakultas Hukum (FH) Ubaya Surabaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *