Oleh: Marianus Gaharpung, Dosen FH Ubaya Surabaya
Maumere, indotimex.com– Wajar saja jika Penasehat Hukum (PH). AMAN FLORES BAGIAN TIMUR terus memberikan pemahaman kepada warga yang sedang mengokupasi tanah SHGU PT. Krisrama. PH AMAN memang harus memberikan pemahaman agar tidak kehilangan kepercayaan warga.
“Tetapi bagi yang memahami hukum administrasi termasuk di dalamnya hukum agraria (tanah) dan Peradilan Tata Usaha Negara, maka surat seruan dan himbauan PH AMAN tersebut diduga hanyalah sebuah “berita kepada kawan“.
“Demikian Ebiet G. Ade judul lagunya “berita kepada kawan”
Sebab dari aspek hukum, surat seruan dan himbauan kepada warga tidak memiliki implikasi hukum sama sekali kepada Negara maupun kepada PT Krisrama.”
Oleh karena itu, perlu dianalisis hukum dengan pertanyaan sebagai berikut;
- Bagaimana status tanah Patiahu pasca terbitnya SHGU PT Krisrama?
Kajian tanah dalam hukum (campuran) karena tunduk pada norma perdata dan norma administrasi. Norma perdata, aspek hak milik bisa terjadi melalui warisan, hibah, wasiat, jual beli, atau pemberian.”
Pertanyaannya, warga yang mengokupasi lokasi HGU Patiahu, mendapat legalitasnya dari pejabat siapa dan dengan cara apa?
“Jual beli, warisan, hibah, pemberian atau apa dan pejabat mana yang memberikan legalitas kepada warga mengokupasi tanah tersebut.
“Jika tidak ada alas hak (hukum), maka ini disebut penyerobotan (pidana). Atas dasar fakta hukum ini, maka AMAN tidak boleh terus memberikan pemahaman dan pengharapan terhadap warga kelak akan menguasai tanah tersebut.
Sedangkan dari aspek hukum administrasi, kajian tanah wajib hukumnya keterlibatan negara dalam hal ini Kementrian Agraria dan Tata Ruang termasuk BPN Provinsi (dekonsentrasi) dan Kantor Pertanahan Kabupaten/kota.
Itu artinya, ketika negara memeriksa permohonan PT Krisrama dan sudah memenuhi aspek substansi dan prosedur penerbitan SHGU, maka negara wajib dan otomatis menerbitkan SHGU kepada PT Krisrama.”
Beberapa waktu lalu pendamping hukum warga lokasi Patiahu, “berkoar-koar” di medsos bahwa sudah ke Kementrian Agraria dan Tata Ruang Jakarta tetapi hasilnya bagaimana?
“Jika tidak dipenuhi negara, itu artinya dari aspek legalitas warga dalam mengajukan permohonan atas tanah Patiahu tidak memiliki alas hak yang bisa meyakinkan pejabat TUN Agraria untuk menerbitkan sertifikat untuk warga.”
Sehingga aneh dan lucu, masih saja mengatakan BPN NTT diduga bisa saja keliru menerbitkan SHGU PT Krisrama dan bisa saja sewaktu- waktu dibatalkan.
Cara berpikir demikian, dalam argumentasi hukum disebut ex falso quolibet (pernyataan salah, maka kesimpulan seenaknya).
Negara sudah memberikan SHGU kepada PT. Krisrama, maka secara konstitutif dan deklaratif SHGU itu sah dan berlaku erga omnes (mengikat semua).
Oleh karena itu, surat seruan dan himbauan AMAN dengan kata-kata yang begitu meyakinkan warga tidak ada efek hukum yang positif kepada warga yang selama ini sudah terlanjur percaya. Jujur, kasihan warga selama bertahun- tahun tidak mendapatkan kepastian hukum.
Dan yakinlah sampai kapanpun tidak mungkin warga mendapatkan hak atas tanah SHGU PT Krisrama.
Warga melalui PH AMAN, hanya bisa menghentikan aktivitas PT Krisrama di tanah Patiahu dengan dua cara;
Pertama, ajukan surat permohonan keberatan (inspraag) kepada negara melalui BPN NTT dengan bukti valid minta dibatalkan SHGU (asas contrarius actus).
“Kedua, gugat ke PTUN didahului dengan upaya administratif keberatan dan banding administratif dengan catatan bukti valid jangan bukti halusunasi.
Dan segera gugat tidak perlu menunggu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan SHGU PT Krisrama kesuwen (kelamaan).
Oleh karena itu, kepada PH AMAN jika tidak ingin berperkara, mari dengan lapang dada jiwa besar segera mengajukan permohonan kepada negara agar kelebihan tanah negara di Patiahu dapat diberikan kepada warga dengan catatan untuk aktivitas pertanian, bukan bangun rumah, diwariskan bahkan dijual, karena tanah itu bukan hak milik warga tetapi dalam penguasaan negara.