News  

Pertama di PN Rote: Gugatan Ingkar Janji Menikah dan Perjuangan Ayah Biologis Menuntut Hak Asuh Anak Diluar Kawin

Pendampingan hukum penggugat oleh Marsen W. Sila, SH, Brian Edy Armando Kendola (Kameja Putih) bersama ibunya Ibu Delia Manubulu, Adelsandra De Carmen Moi (Kanan). Tim

YLBH Bidaut/TIM

 

IDNTimex.com – Pengadilan Negeri Rote Ndao (PN Rote) baru-baru ini menangani kasus perdata pertama terkait ingkar janji menikah dan hak asuh ayah biologis terhadap anak luar kawin.

Gugatan dengan nomor perkara 45/Pdt.G/2024/PN RNO ini diajukan oleh Brian Edi Armando Kandola (Penggugat) melawan Novita Tule Bria (Tergugat) pelaku atas ingkar janji menikah. Tak hanya itu, Ia juga memperjuangkan hak asuh ayah biologis atas anak luar kawin.
Pengalaman pertama menangani kasus ingkar janji menikah yang diatur dalam Bahwa Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 3191K/Pdt/1984 yang memperluas tafsir perbuatan melawan hukum (PMH) dimana ingkar janji kawin dinilai sebagai sebuah pelanggaran terhadap kepatutan dan kesusilaan di masyarakat sehingga karenanya maka dikualifikasikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum tersirat dari serangkaian proses yang berjalan.

Salah satunya ketika seorang Oknum Pegawai PN Rote Ndao memaksakan Gugatan IJM sebagai “Gugatan Sederhana” yang pada awalnya telah di daftarkan sebagai perkara biasa sehingga mengakibatkan Penggugat harus merugi sebesar Rp250.000.

Foto: Salinan Putusan perkara 45/Pdt.G/2024/PN RNO Edi Armando Kandola (Penggugat) melawan Novita Tule Bria (Tergugat). Tim

Sidang yang digelar pada 13 Desember 2024 itu dipimpin oleh Dimas Indra Swadana, S.H sebagai hakim ketua. Dalam persidangan, terungkap fakta bahwa pasangan tersebut telah menjalin hubungan asmara selama beberapa tahun dan berencana menikah pada bulan Oktober 2024.

Bahkan, mereka telah membuat pernyataan tertulis dan membacakannya di depan jemaat GMIT Silo Olafuliha’a sebagai bentuk keseriusan untuk menikah.

Namun rencana tersebut kandas di tengah jalan, karena tiba-tiba pihak wanita memilih untuk mengakhiri hubungan dan kedapatan selingkuh dengan laki-laki lain.

Alasan lain yang diajukan oleh pihak perempuan adalah karena pihak laki-laki bekerja di Bali dan perempuan sendiri di Rote padahal kenyataannya pihak laki-laki hanya pergi ke Bali selama 3 bulan untuk menyelesaikan kontrak kerjanya dan akan kembali ke Rote untuk melangsungkan pernikahan.

Baca Juga :   Diduga Ingkar Janji, GRIB Jaya Cabang Sikka Tampil Garda Terdepan Barisan Masyarakat Pemilik Lahan dan Menolak Pembangunan 2000 Unit Rumah

Pihak laki-laki, melalui kuasa hukumnya Marsen Williem Silla, S.H bersama Paralegal Adelsandra Del Carmen Moi, S.H (Advokat dan paralegal pada Yayasan Bantuan Hukum Bina Damai Utama) menyampaikan bukti-bukti yang menguatkan tuduhan ingkar janji menikah dan hak asuh atas anak luar kawin dari ayah biologis.

Persidangan tanggal 17 Desember 2024 saksi dari pihak perempuan mengatakan anak tidak bersama dengan pihak perempuan karena pihak perempuan bekerja dari pagi hari sampai malam hari sehingga Ia merasa anaknya ditelantarkan dan di titipkan di seorang Oma di Atambua yang tidak dapat disebutkan identitas di persidangan. Oma tersebut bukan merupakan Oma kandung dari pihak laki-laki maupun perempuan dan identitas dari Oma tersebut tidak di ketahui oleh pihak laki-laki yang adalah ayah kandung dari anaknya. Kejadian ini menyiratkan tipologi perdagangan anak dibawah umur yang marak terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Namun, pada tanggal 14 Januari 2025 Majelis hakim PN Rote memutuskan untuk tidak menerima gugatan penggugat. Putusan ini tentu menimbulkan pertanyaan dan perdebatan dimasyarakat tentang ‘sejauh mana pengadilan mendukung perlindungan terhadap kesejahteraan anak? Sejauh mana pengadilan dapat bersinergi dengan kepercayaan masyarakat? Dan Sejauh mana pengadilan dapat menyelesaikan persoalan sosial di masyarakat?

Foto: Pendampingan hukum penggugat oleh Marsen W. Sila, SH, Brian Edy Armando Kendola bersama ibunyaDelia Manubulu (Penggugat) Adelsandra De Carmen Moi (Kanan/Paralegal). Tim

Kasus ini menjadi pengingat bagi masyarakat akan pentingnya komitmen dalam sebuah hubungan. Selain itu, kasus ini juga menyoroti kompleksitas permasalahan hak asuh anak, dimana pengadilan harus mempertimbangkan kepentingan terbaik anak di atas segala-galanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *