Jakarta, tindotimex.com– Seorang Direktur kantor hak asasi manusia (HAM) PBB (OHCHR) di New York, Craig Mokhiber resmi mengundurkan diri dari jabatannya.
Pengunduran diri sang Direktur ini adalah bentuk protes karena PBB tidak bisa menghentikan genosida yang dilakukan Israel di Gaza.
Menurutnya, PBB tunduk di bawah kekuasaan AS dan menyerah untuk mendesak Israel agar menghentikan kekerasan yang masih terjadi saat ini.
“Alih-alih melakukan tugasnya, PBB justru menyerah pada kekuasaan AS dan menyerah pada lobi Israel, sementara proyek kolonial pemukim Eropa, etno-nasionalis, dan pemukim di Palestina telah memasuki tahap akhir,” kata Craig Mokhiber dalam surat kepada Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, Volker Turk, Selasa (31/11/2023).
“Sekali lagi, kita melihat genosida terjadi di depan mata kita, dan Organisasi yang kita layani tampaknya tidak berdaya untuk menghentikannya,” lanjutnya, merujuk pada PBB.
Craig Mokhiber dengan tegas menggambarkan tindakan Israel yang sedang berlangsung di Jalur Gaza sebagai genosida.
Dirinya mengakui kata tersebut sering menjadi sasaran pelecehan politik.
Menurut dirinya, genosida itu tidak diperdebatkan dan dipermasalahkan seperti seharusnya.
“Tetapi pembantaian besar-besaran terhadap rakyat Palestina saat ini, yang berakar pada ideologi kolonial pemukim etno-nasionalis, sama sekali tidak memberikan ruang untuk keraguan atau perdebatan,” kata Craig Mokhiber, dikutip dari Tribunnews.com
Etno-nasionalis adalah nasionalisme yang berdasarkan etnis, yang dalam kasus ini merujuk pada pembentukan Negara Israel di masa lalu dengan membuka pemukiman untuk Yahudi Zionis.
Craig Mokhiber mengatakan, genosida Israel di Gaza adalah bagian dari proyek pembangunan pemukiman untuk Zionis yang berupaya menghapus penduduk asli Palestina di sana.
Craig Mokhiber menyebut AS dan sekutu Baratnya terlibat dalam genosida ini.
“Pemerintah AS, Inggris, dan sebagian besar negara Eropa sepenuhnya terlibat dalam serangan yang mengerikan ini,” lanjutnya.
Menurut dirinya, AS dan sekutu Baratnya menggunakan alasan politik dan diplomatik untuk mempersenjatai dan mendanai Israel dalam melakukan genosida di Gaza.
“Bukan hanya karena kegagalan memenuhi kewajiban internasional mereka namun juga karena secara aktif mempersenjatai serangan tersebut, memberikan dukungan ekonomi dan intelijen dengan kedok politik dan diplomatik atas kekejaman Israel,” kata Craig Mokhiber.
Mokhiber juga menyoroti media Barat yang berpera BN menyebarkan propaganda untuk membenarkan tindakan AS dan sekutunya dalam mendukung Israel dengan senjata dan lainnya.
“Ini semakin diperkuat oleh media korporat Barat dan menyiarkan propaganda perang dan menganjurkan kebencian nasional, ras, atau agama,” katanya.
Mokhiber percaya, PBB dahulu mempunyai prinsip dan otoritas yang berakar pada integritas, seperti pada masa apartheid di Afrika Selatan.
Tetapi hal tersebut telah hilang selama bertahun-tahun lalu.
“PBB telah berulang kali gagal menghentikan genosida, seperti di Rwanda dan Bosnia, genosida terhadap Yazidi oleh ISIS, dan Rohingya di Myanmar sebagai contohnya,” kata Mokhiber, menceritakan integritas PBB di masa lalu.
Dalam beberapa dekade terakhir, menurutnya, PBB kehilangan bagian penting tersebut sebagai badan dunia dan tunduk pada AS serta takut melobi Israel.
Dengan Sikap PBB ini, Mokhiber mengatakan, merugikan rakyat Palestina yang menjadi korban.
Ia meminta PBB agar belajar memperbaiki sikap prinsipilnya, dengan melihat pada demonstrasi di kota-kota di berbagai negara yang menentang genosida di Gaza, meski mereka mengalami kekerasan oleh aparat setempat.
Bukan hanya itu, Mokhiber menyerukan kepada PBB untuk membatalkan solusi dua negara yang ilusif karena hal itu tidak pernah terjadi dalam puluhan tahun sejak diajukan.
Mokhiber menganjurkan pembentukan negara tunggal, demokratis, sekuler bagi umat Kristen, Muslim, dan Yahudi, di seluruh wilayah bersejarah Palestina yang akan menjamin pembongkaran Israel, yang disebutnya sebagai proyek kolonial pemukim yang sangat rasis.
Muncul ketegangan terbaru ini terjadi setelah militan Hamas Palestina menyerang Israel melalui perbatasan Jalur Gaza pada Sabtu (7/10/2023) pagi.
Hamas mengatakan serangan itu adalah respon terhadap kekerasan yang dilakukan Israel terhadap Palestina selama ini.
Dalam serangannnya, Hamas menculik kurang lebih 200 warga Israel dan meluncurkan ratusan roket, yang menewaskan 1.538 warga Israel.
Israel membalas serangan dengan membombardir Gaza, yang diyakini sebagai pusat komando Hamas.
Terhitung hingga Rabu (1/11/2023), lebih dari 8.306 warga Palestina meninggal dunia, termasuk 3.457 anak di bawah umur, dan lebih dari 19.450 lainnya terluka di Gaza.
Sumber : Tribunews.com